Jathilan
Pemain Jathilan sedang Kesurupan |
Jathilan
berasal dari kata jathil yang berarti gerak reflek melonjak, sebagai tanda
memperoleh kebahagiaan. Kebahagiaan tersebut tersirat dalam cerita Panji yang
mengisahkan pertemuan Panji Asmorobangun dengan Dewi Sekartaji. Jathilan
biasanya dikenal dengan sebutan kuda lumping yang mempunyai arti kulit atau
kulit bambu yang dianyam. Selain itu, jathilan juga disebut sebagai jaran
(kuda) kepang karena tarian ini menggunakan alat peraga seperti jaranan
(kuda-kudaan) yang terbuat dari kepang (bambu yang dianyam). Tarian ini sudah
tumbuh dan berkembang di berbagai daerah khususnya di Jawa Tengah. Pertunjukan
jathilan dimaksudkan untuk memanggil roh-roh halus dari nenek moyang hingga
para pemainnya kesurupan (kehilangan kesadaran) sehingga pemain melakukan
hal-hal di luar kemampuan manusia normal. Namun untuk saat ini, ada dua jenis
kuda lumping yang dapat ditunjukkan yaitu mengutamakan gerakan tari yang
diiringi oleh musik dan jenis yang mengutamakan penampilan kesurupan pada
pemainnya.
Jathilan sudah menjadi adat
istiadat atau budaya di Gunung Kidul khususnya di Kecamatan Gedangsari. Di
Gedangsari, jathilan ini diadakan ketika acara Rasulan setiap tahunnya seperti
yang dipertunjukkan di Balai Desa Hargomulyo (15/07/2017). Selain itu, jathilan
juga dapat diadakan oleh warga setempat untuk menghibur warga lain (atau
menanggap jathilan). Disisi lain, jathilan juga berfungsi sebagai pertunjukkan
yang diselenggarakan ketika berlangsung upacara tradisional misalnya ketika
berlangsung upacara bersih desa, namun seiring dengan perkembangan jaman
jathilan kini berfungsi sebagai penyambutan tamu atau suatu hiburan. Saat pemetasan jathilan banyak warga
masyarakat dari anak-anak hingga lansia yang berantusias untuk melihat
pertunjukkan tersebut tanpa adanya perasaan takut dari mereka. Namun ada juga
sebagian warga yang terlihat cemas dengan pertunjukkan jathilan sehingga mereka
menonton dari jarak yang jauh. (Laksmi & Ayu)
Komentar
Posting Komentar